Pencak silat atau
silat adalah suatu
seni bela diri tradisional yang berasal dari
Indonesia. I
stilah silat dikenal secara luas di Asia Tenggara, akan tetapi khusus di Indonesia istilah yang digunakan adalah pencak silat. Istilah ini digunakan sejak 1948 untuk mempersatukan berbagai aliran seni bela diri tradisional yang berkembang di Indonesia.[3] Nama "pencak" digunakan di Jawa, sedangkan "silat" digunakan di Sumatera, Semenanjung Malaya dan Kalimantan. Dalam perkembangannya kini istilah "pencak" lebih mengedepankan unsur seni dan penampilan keindahan gerakan, sedangkan "silat" adalah inti ajaran bela diri dalam pertarungan.
Pencak silat adalah olahraga bela diri yang memerlukan banyak konsentrasi.
[1]Ada pengaruh budaya Cina, agama
Hindu,
Budha, dan
Islam dalam pencak silat.
[1] Biasanya setiap daerah di Indonesia mempunyai aliran pencak silat yang khas. Misalnya, daerah
Jawa Barat terkenal dengan aliran Cimande dan Cikalong, di Jawa Tengah ada aliran
Merpati Putih dan di Jawa Timur ada aliran
Perisai Diri.
[1] Setiap empat tahun di Indonesia ada pertandingan pencak silat tingkat nasional dalam
Pekan Olahraga Nasional. Pencak silat juga dipertandingkan dalam
SEA Games sejak tahun 1987. Di luar Indonesia juga ada banyak penggemar pencak silat seperti di Australia, Belanda, Jerman, dan Amerika.
[1]
Di tingkat nasional olahraga melalui permainan dan olahraga pencak silat menjadi salah satu alat pemersatu nusantara, bahkan untuk mengharumkan nama bangsa, dan menjadi identitas bangsa.
[2] Olahraga pencak silat sudah dipertandingkan di skala internasional.
[2] Di Indonesia banyak sekali aliran-aliran dalam pencak silat, dengan banyaknya aliran ini menunjukkan kekayaan budaya masyarakat yang ada di Indonesia dengan nilai-nilai yang ada didalamnya.
Nenek moyang bangsa Indonesia telah memiliki cara pembelaan diri yang ditujukan untuk melindungi dan mempertahankan kehidupannya atau kelompoknya dari tantangan alam.
[4] Mereka menciptakan bela diri dengan menirukan gerakan binatang yang ada di alam sekitarnya, seperti gerakan
kera, harimau, ular, atau burung elang.
[4] Asal mula ilmu bela diri di nusantara ini kemungkinan juga berkembang dari keterampilan suku-suku asli Indonesia dalam berburu dan berperang dengan menggunakan parang, perisai, dan tombak, misalnya seperti dalam tradisi suku
Nias yang hingga abad ke-20 relatif tidak tersentuh pengaruh luar.
Silat diperkirakan menyebar di
kepulauan nusantara semenjak
abad ke-7 masehi, akan tetapi asal mulanya belum dapat ditentukan secara pasti. Kerajaan-kerajaan besar, seperti
Sriwijaya dan
Majapahit disebutkan memiliki pendekar-pendekar besar yang menguasai ilmu bela diri dan dapat menghimpun prajurit-prajurit yang kemahirannya dalam pembelaan diri dapat diandalkan.
[4] Peneliti silat Donald F. Draeger berpendapat bahwa bukti adanya seni bela diri bisa dilihat dari berbagai artefak senjata yang ditemukan dari masa klasik (Hindu-Budha) serta pada pahatan relief-relief yang berisikan sikap-sikap kuda-kuda silat di candi Prambanan dan
Borobudur. Dalam bukunya, Draeger menuliskan bahwa senjata dan seni beladiri silat adalah tak terpisahkan, bukan hanya dalam olah tubuh saja, melainkan juga pada hubungan spiritual yang terkait erat dengan kebudayaan Indonesia. Sementara itu Sheikh Shamsuddin (2005)
[5] berpendapat bahwa terdapat pengaruh ilmu bela diri dari
Cina dan
India dalam silat. Hal ini karena sejak awal kebudayaan Melayu telah mendapat pengaruh dari kebudayaan yang dibawa oleh pedagang maupun perantau dari India, Cina, dan mancanegara lainnya.
Pencak silat telah dikenal oleh sebagian besar masyarakat rumpun Melayu dalam berbagai nama.
[6] Di
semenanjung Malaysia dan
Singapura, silat lebih dikenal dengan nama alirannya yaitu
gayong dan
cekak.
[6] Di Thailand, pencak silat dikenal dengan nama
bersilat, dan di Filipina selatan dikenal dengan nama
pasilat.
[6] Dari namanya, dapat diketahui bahwa istilah "silat" paling banyak menyebar luas, sehingga diduga bahwa bela diri ini menyebar dari Sumatera ke berbagai kawasan di rantau Asia Tenggara.
[6]
Tradisi silat diturunkan secara lisan dan menyebar dari mulut ke mulut, diajarkan dari guru ke murid, sehingga catatan tertulis mengenai asal mula silat sulit ditemukan. Sejarah silat dikisahkan melalui legenda yang beragam dari satu daerah ke daerah lain. Legenda
Minangkabau, silat (
bahasa Minangkabau:
silek) diciptakan oleh Datuk Suri Diraja dari
Pariangan, Tanah Datar di kaki
Gunung Marapi pada abad ke-11.
[7] Kemudian
silek dibawa dan dikembangkan oleh para perantau Minang ke seluruh
Asia Tenggara. Demikian pula cerita rakyat mengenai asal mula silat aliran Cimande, yang mengisahkan seorang perempuan yang mencontoh gerakan pertarungan antara harimau dan monyet. Setiap daerah umumnya memiliki tokoh persilatan (
pendekar) yang dibanggakan, misalnya
Prabu Siliwangi sebagai tokoh pencak silat Sunda Pajajaran,
[8] Hang Tuah panglima Malaka,
[9] Gajah Mada mahapatih Majapahit
[rujukan?] dan
Si Pitung dari Betawi.
[rujukan?]
Perkembangan silat secara historis mulai tercatat ketika penyebarannya banyak dipengaruhi oleh kaum penyebar agama Islam pada
abad ke-14 di nusantara. Kala itu pencak silat diajarkan bersama-sama dengan pelajaran agama di surau atau pesantren. Silat menjadi bagian dari latihan spiritual.
[5] Dalam budaya beberapa suku bangsa di Indonesia, pencak silat merupakan bagian tak terpisahkan dalam upacara adatnya. Misalnya kesenian tari
Randai yang tak lain adalah gerakan
silek Minangkabau kerap ditampilkan dalam berbagai perhelatan dan acara adat Minangkabau. Dalam prosesi pernikahan adat
Betawi terdapat tradisi "palang pintu", yaitu peragaan silat Betawi yang dikemas dalam sebuah sandiwara kecil. Acara ini biasanya digelar sebelum akad nikah, yaitu sebuah drama kecil yang menceritakan rombongan pengantin pria dalam perjalanannya menuju rumah pengantin wanita dihadang oleh jawara (pendekar) kampung setempat yang dikisahkan juga menaruh hati kepada pengantin wanita. Maka terjadilah pertarungan silat di tengah jalan antara jawara-jawara penghadang dengan pendekar-pendekar pengiring pengantin pria yang tentu saja dimenangkan oleh para pengawal pengantin pria.
Silat lalu berkembang dari ilmu beladiri dan seni tari rakyat, menjadi bagian dari pendidikan bela negara untuk menghadapi penjajah asing.
[9] Dalam sejarah perjuangan melawan
penjajah Belanda, tercatat para pendekar yang mengangkat senjata, seperti
Panembahan Senopati,
Sultan Agung,
Pangeran Diponegoro,
Teuku Cik Di Tiro,
Teuku Umar,
Imam Bonjol, serta para pendekar wanita, seperti Sabai Nan Aluih,
Cut Nyak Dhien, dan
Cut Nyak Meutia.
[4]
Menyadari pentingnya mengembangkan peranan pencak silat maka dirasa perlu adanya organisasi pencak silat yang bersifat nasional, yang dapat pula mengikat aliran-aliran pencak silat di seluruh Indonesia. Pada tanggal 18 Mei 1948, terbentuklah
Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI)
[4] Kini IPSI tercatat sebagai organisasi silat nasional tertua di dunia.
Beberapa organisasi silat nasional antara lain adalah
Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) di Indonesia,
Persekutuan Silat Kebangsaan Malaysia (PESAKA) di Malaysia,
Persekutuan Silat Singapore (PERSIS) di Singapura, dan
Persekutuan Silat Brunei Darussalam (PERSIB) di Brunei. Telah tumbuh pula puluhan perguruan-perguruan silat di Amerika Serikat dan Eropa. Silat kini telah secara resmi masuk sebagai cabang olah raga dalam pertandingan internasional, khususnya dipertandingkan dalam
SEA Games.